Begitu pula bagi masjid dan mushalla, setiap hari, minggu, dan bulan harus dikeluarkan biaya listrik, kebersihan dan operasional masjid lainnya, sementara pemasukan menurun dan terbatas.
Di saat tersebarnya wabah Corona (Covid-19) sekarang ini di semua provinsi di Indonesia, sebagian besar pengurus masjid meniadakan salat Jumat dan salat rawatib berjamaah, khususnya di zona merah. Bahkan kalau virus Corona ini masih mewabah dan mengganas, maka rencananya masjid akan meniadakan pula salat Taraweh dan salat Idul Fitri 1441H.
Tampaknya, mayoritas ulama, umara, dan umat menerimanya sebagai upaya mencegah dan memutus mata rantai penularan virus Corona. Karena mencegah jauh lebih baik dari mengobatinya. Pilihan pencegahan Corona ini sudahlah tepat dan tentu ada dampaknya.
Diakui memang bahwa dampaknya tidak hanya menimbulkan penurunan pendapatan masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah melainkan juga penurunan pendapatan masjid. Kalau bagi sebagian rakyat setiap hari atau perbulan harus dikeluarkan biaya makan, minum, dan listrik sementara pendapatan turun dan terbatas. Begitu pula bagi masjid dan mushalla, setiap hari, minggu, dan bulan harus dikeluarkan biaya listrik, kebersihan dan operasional masjid lainnya, sementara pemasukan menurun dan terbatas.
Dalam konteks pembiayaan masjid sepanjang wabah Corona, agaknya perlu dicarikan solusinya secara bersama-sama. Boleh jadi, di antara solusinya adalah: (1) Pemerintah sesuai kemampuan anggaran dapat membantu pembiayaan operasional masjid, khususnya bulanan listrik dan pengelola kebersihan masjid (2) Masyarakat dan jamaah di sekitar masjid diharapkan juga berpartisipasi untuk membantu operasional masjid. (3) Orang kaya dan berkecukupan diharapkan ikut juga berbagi membantu lewat barcode atau nomor rekening bendahara masjid. Agaknya, infak melalui barcode bank dan rekening bank bendahara masjid jauh lebih aman dari penyebaran virus Corona dibandingkan melalui celengan masjid yang setiap kali digeser dan dipegang oleh tangan jamaah yang ikut menyumbang. (4) Orang kaya membayarkan zakat harta dan zakat lainnya bisa diberikan kepada yang berhak, tidak hanya fakir miskin dan ibnu sabil (siswa dan mahasiswa) yang terdampak Corona, melainkan juga diberikan kepada fii sabilillah (termasuk operasional masjid); (5) Zakat fitrah bisa dibayarkan lebih awal dari mulai tanggal 1 Ramadhan sampai 1 Syawal 1441 H sebelum salat Idul Fitri. Artinya, sejatinya dibolehkan untuk membayarkan zakat fitrah di awal-awal Ramadhan untuk membantu fakir miskin apalagi yang terpapar dampak Corona. Dalil dibolehkannya membayar zakat fitrah di awal Ramadhan adalah sebagai berikut, yang artinya :
"Boleh mendahulukan zakat fitrah dimulai dari awal puasa Ramadhan sebab zakat fitrah wajib karena dua sebab yaitu puasa Ramadhan dan berbuka dari puasa (al-fithru minhu)."
Dengan demikian ketika dijumpai dari salah satu keduanya maka boleh mendahulukan zakat fitrah atas yang lain seperti kebolehan mendahulukan zakat mal setelah sampai nishab dan sebelum haul. Dan tidak boleh menunaikan zakat fitrah sebelum bulan Ramadhan karena hal itu sama dengan mendahulukan atas dua sebab sebagaimana ketidakbolehan mengeluarkan zakat mal sebelum sampai haul dan nishab,” (Lihat Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab fi Fiqhil Imamis Syafi’i, Beirut-Darul Fikr, tt, juz I, halaman 165).
Semua alternatif solusi di atas hanyalah sekedar saran dan pemikiran untuk bersatu mencegah dan memutus mata rantai penyebaran virus Vorona (Covid-19). Kita tetap bermohon kepada Allah swt. "Semoga virus Corona cepat menghilang, dan Ramadhan pun datang, . Aamiiin. [*]
*) Penulis adalah Dr. H. Khairil Anwar, M.Ag., Ketua FKPT Kalimantan Tengah.